Langsung ke konten utama

Hidup seperti apa yang kupilih?

         Hanya pikiran sendiri yang bisa menempatkanku untuk bahagia dengan damai. Jika sebelum memilih untuk menjadi apa yang kupikirkan dan tak pernah kupikirkan, maka pikiran akan mengarah kemana saja, seperti terkadang baik atau buruk bercampur tidak karuan. Kadang baik terus namun tidak bertahan lama, kadang buruk namun lebih sering lama. Karna manusia memang lebih suka yang enak-enak saja tanpa memikirkan bahwa hal itu adalah sebuah pelanggaran, kalaupun tahu pasti selalu pura-pura tidak tahu.
        Semakin hari semakin buruk, padahal sebelumnya aku sungguh berniat akan lebih baik, mungkin masih ada yang salah dari apa yang kupikirkan. Dan aku perlu rumus untuk mengantisipasi untuk sikapku sendiri.
        Godaan memang tak pernah mati. Semua tak bisa disalahkan pada godaan tersebut, semua tergantung diri kita sendiri. Untuk apa marah pada mereka yang menciptakan sebuah dosa dan kemudian kita sendiri yang menjadi imbasnya, apakah aku harus berdemo, menjerit yang tak pernah ada gunanya bagi diriku sendiri. Semua tubuh yang kubawa ini,  adalah untukku, jelas aku harus bertanggung jawab untukku sendiri. Jadi jika aku ingin menjadi yang terbaik dimata Tuhan, maka aku pasti tahu apa jawabannya, yaitu menjadi yang terbaik, menjadi yang terbaik. Semua yang salah, dari yang dirasakan salah adalah jawabannya memang seperti itu. Aku tidak bertanya-tanya lagi. Aku hanya perlu memperbaiki apa yang kurasa salah. Jangan sampai aku so’ tahu bahwa merekalah yang paling berdosa. Namun belum tentu mereka berdosa dimata Tuhan. Untuk apa teriak-teriak. Cobalah mengoreksi diri menjadi yang terbaik sudah cukup yaitu menyumbang ide untuk menangani sebuah masalah. Seandainya ada kerja sama, bukan berarti bekerja sama untuk memusnahkan apa yang sudah diperlihatkan namun ayolah bekerja sama untuk melakukan hal-hal yang baik saja. Yach aku berkata seperti ini, belum tentu ada yang mengerti. Sebaiknya ayao bersama-sama instropeksi diri. Yang benar itu seperti apa, yang salah seperti apa. Kita harus bahagia dulu didalam diri kita sendiri kemudia berbicarapun tak apa. Karna jika hati bagaikan air yang sedang mendidih maka aku yang melihatpun akan merasa muntah.
        Hidup seperti apa yang kupilih? Aku masih belajar dan mengoreksi diri, bolehkah aku masih seperti itu. Walaupun ada yang marah, biarkan aku mencari apa yang kucari agar aku menemukan makna hidup yang sesungguhnya. Bukan sekedar kata dari mulut kemulut. Aku perlu merasakan secara alami saja.
        Terkadang aku tak memahami diriku sendiri, makanya aku lebih sering bingung dan terlalu banyak berpikir. Aku lelah selalu merasa salah dan menyalahkan orang lain atau diri sendiri. Aku sudah bilang pada diriku sendiri untuk jangan pernah ingin dimengerti oleh mereka karna mereka tak pernah mengerti selama aku belum menjelaskan yang sebenarnya dan untuk apa berharap dan menangis padanya agar ia mengerti aku, lagi pula mereka bukan peramal untuk apa aku menyesali pada sesuatu yang membuat hatiku terluka yang takkan pernah sembuh sampai aku merasa baik-baik saja. Sudahlah jangan menunggu lagi, pasti aku lelah dan tak pernah mendapatkan manfaat. Kini aku menjadi miliku sendiri, malaikat pencatat kebaikan dan keburukkan pun sibuk mendampingiku akan perlakuan selama ini. Sebaiknya pikiranku sibukkan saja pada hal-hal mengenai dunia yang sesungguhnya walaupun sampai kapanpun aku belum bisa melihat kenyataannya. Yang penting aku harus percaya pada Tuhanku, alqur’an dan mencoba memperbaiki yang salah-salah saja, kalaupun ingin menjadi yang terbaik dimata Tuhan tidak pernah sampai. Asalkan aku berusaha pasti aku setidaknya mendapatkan poin-poin yang baik untuk membawaku kedalam sesuatu yang indah itu.
        Aku harus mencari cara, bagaimana aku harus memperlakukan diriku sendiri sesuai dengan apa yang ingin aku pikirkan disaat ku tampaknya baik-baik saja.

Komentar