Hanya
pikiran sendiri yang bisa menempatkanku untuk bahagia dengan damai. Jika
sebelum memilih untuk menjadi apa yang kupikirkan dan tak pernah kupikirkan,
maka pikiran akan mengarah kemana saja, seperti terkadang baik atau buruk
bercampur tidak karuan. Kadang baik terus namun tidak bertahan lama, kadang
buruk namun lebih sering lama. Karna manusia memang lebih suka yang enak-enak
saja tanpa memikirkan bahwa hal itu adalah sebuah pelanggaran, kalaupun tahu
pasti selalu pura-pura tidak tahu.
Semakin hari
semakin buruk, padahal sebelumnya aku sungguh berniat akan lebih baik, mungkin
masih ada yang salah dari apa yang kupikirkan. Dan aku perlu rumus untuk
mengantisipasi untuk sikapku sendiri.
Godaan
memang tak pernah mati. Semua tak bisa disalahkan pada godaan tersebut, semua
tergantung diri kita sendiri. Untuk apa marah pada mereka yang menciptakan
sebuah dosa dan kemudian kita sendiri yang menjadi imbasnya, apakah aku harus
berdemo, menjerit yang tak pernah ada gunanya bagi diriku sendiri. Semua tubuh
yang kubawa ini, adalah untukku, jelas
aku harus bertanggung jawab untukku sendiri. Jadi jika aku ingin menjadi yang
terbaik dimata Tuhan, maka aku pasti tahu apa jawabannya, yaitu menjadi yang
terbaik, menjadi yang terbaik. Semua yang salah, dari yang dirasakan salah
adalah jawabannya memang seperti itu. Aku tidak bertanya-tanya lagi. Aku hanya
perlu memperbaiki apa yang kurasa salah. Jangan sampai aku so’ tahu bahwa
merekalah yang paling berdosa. Namun belum tentu mereka berdosa dimata Tuhan.
Untuk apa teriak-teriak. Cobalah mengoreksi diri menjadi yang terbaik sudah
cukup yaitu menyumbang ide untuk menangani sebuah masalah. Seandainya ada kerja
sama, bukan berarti bekerja sama untuk memusnahkan apa yang sudah diperlihatkan
namun ayolah bekerja sama untuk melakukan hal-hal yang baik saja. Yach aku
berkata seperti ini, belum tentu ada yang mengerti. Sebaiknya ayao bersama-sama
instropeksi diri. Yang benar itu seperti apa, yang salah seperti apa. Kita
harus bahagia dulu didalam diri kita sendiri kemudia berbicarapun tak apa.
Karna jika hati bagaikan air yang sedang mendidih maka aku yang melihatpun akan
merasa muntah.
Hidup
seperti apa yang kupilih? Aku masih belajar dan mengoreksi diri, bolehkah aku
masih seperti itu. Walaupun ada yang marah, biarkan aku mencari apa yang kucari
agar aku menemukan makna hidup yang sesungguhnya. Bukan sekedar kata dari mulut
kemulut. Aku perlu merasakan secara alami saja.
Terkadang
aku tak memahami diriku sendiri, makanya aku lebih sering bingung dan terlalu
banyak berpikir. Aku lelah selalu merasa salah dan menyalahkan orang lain atau
diri sendiri. Aku sudah bilang pada diriku sendiri untuk jangan pernah ingin
dimengerti oleh mereka karna mereka tak pernah mengerti selama aku belum
menjelaskan yang sebenarnya dan untuk apa berharap dan menangis padanya agar ia
mengerti aku, lagi pula mereka bukan peramal untuk apa aku menyesali pada
sesuatu yang membuat hatiku terluka yang takkan pernah sembuh sampai aku merasa
baik-baik saja. Sudahlah jangan menunggu lagi, pasti aku lelah dan tak pernah
mendapatkan manfaat. Kini aku menjadi miliku sendiri, malaikat pencatat
kebaikan dan keburukkan pun sibuk mendampingiku akan perlakuan selama ini.
Sebaiknya pikiranku sibukkan saja pada hal-hal mengenai dunia yang sesungguhnya
walaupun sampai kapanpun aku belum bisa melihat kenyataannya. Yang penting aku
harus percaya pada Tuhanku, alqur’an dan mencoba memperbaiki yang salah-salah
saja, kalaupun ingin menjadi yang terbaik dimata Tuhan tidak pernah sampai.
Asalkan aku berusaha pasti aku setidaknya mendapatkan poin-poin yang baik untuk
membawaku kedalam sesuatu yang indah itu.
Aku harus mencari cara, bagaimana aku harus memperlakukan
diriku sendiri sesuai dengan apa yang ingin aku pikirkan disaat ku tampaknya
baik-baik saja.
Komentar
Posting Komentar