Langsung ke konten utama

Dia menusukku dari belakang



Dia satu-satunya orang yang paling ku percaya. Sekian lama kita bersama dengan berbagi rahasia hanya kita berdua. Terlebih kita lebih banyak sukanya dibanding dukanya. Ada satu moment akh mungkin banyak moment yang sulit aku lupakan atas segala kenangan-kenangan kita dan ku berharap kita kan selalu menjadi sahabat sampai akhir hayat. Sayang sungguh sayang harapan tuk bisa bersahabat dengannya cukup sampai disini saja.
Mungkin ini salahku juga yang terlampau cinta dan percaya hingga saatnya cinta berlebih bisa berubah jadi benci berlebih hanya karna ku ketahui jika dia menusukku dari belakang disertai pengkhianatan.
Kau mungkin tak pernah tahu jika aku sudah tahu semuanya atas segala sikapmu. Dan kini mungkin selamanya ku simpan rahasia ini. Aku tahu kita masih seperti biasa dan kaupun sama. Namun lama-lama kaupun merasa janggal atas sikapku yang tidak seceria dulu. Sungguh aku tak pandai berakting jika semuanya tampak baik-baik saja. Dan aku malas untuk bertanya "kenapa kau lakukan ini padaku?" Kini ku hanya berharap cepat lulus sekolah agar ku tak merasa muak jika melihat wajahnya.
Syukurlah hingga saatnya ku lulus sekolah dan aku bebas untuk tidak satu sekolah lagi dengannya. Namun ada saat dia menyapaku disaat kebetulan ku berpas-pasan dan aku hanya tersenyum biasa, sungguh aku tau jika apa yang ku lakukan ini tidak mencerminkan rasa rindu untuknya. Hingga saatnya dia menyebarkan satu hal jika aku sombong. Sungguh biarlah ku terima apapun yang kau katakan secara aku tau seperti apa kau dulu memperlakukanku.
Tuhan, aku yang tak pandai memaafkan dan sudah bermacam cara agar bisa melupakannya hasilnya nihil kini ku hanya bisa menangis saja sepuasnya.
Mungkin ia ku bertanya-tanya dalam hati kenapa dia sampai hati menusukku dari belakang. Hingga akhirnya ku hanya temukan sebuah jawaban agar kelak ku jangan sampai memperlakukan sahabatku yang lain seperti apa yang dia lakukan.
Kau tau, orang-orang sepertimu takkan mungkin merasa malu atas kesalahannya sendiri secara memang tak merasa.
Tuhan, biarlah aku marah padanya lewat tulisan ini, hingga akhirnya aku lelah. Dan ku pun takkan pernah mengutuknya lewat do'a agar senantiasa dia dipersulit dari setiap langkahnya, sungguh aku bukan orang seperti itu. Biarlah kini ku lepaskannya dengan cara aku biasa saja.

Komentar