Langsung ke konten utama

Satu tetes air mata



Berapakah harga satu tetes air mata. Satu tetes ku beli dengan separuh waktu. Dan waktu yang berharga itu telah membeli pikiran yang membawaku meneteskan air mata. Apakah aku sedang sengaja mempertaruhkan nyawaku, demi memikirkan sesuatu yang tidak usah                                                                                                                                                                                                                       dipikirkan. Jutaan kata telah memaksaku untuk menjadi manusia yang benar, aku sengaja menginstal segala program yang ada ke dalam pikiranku, berbagai cara aku tempuh untuk melawan hati dan juga mencari cara untuk membinasakan berbagai virus-virus buruk yang selalu menggerogoti hati dan pikiranku. Amnesia lagi, aku lupa atau melupakan tak bisa membedakan keduanya, yang jelas pengaruh-pengaruh yang aku ciptakan belum jua menemukan bahwa aku yang hebat.
          Pada akhirnya Tuhan lagi, dan penebusan dari segala dosa. Aku berpikir kearah yang pada akhirnya sebuah kesalahan-kesalahan yang harus dibayar dengan ketentuan Tuhan. Karna aku telah berdo’a pada-Nya bahwa aku meminta ampun pada-Nya.
          Aku pandai sekali mempertahankan dalam diamku. Mataku, pendengaran, dan hati sebenarnya bergerak, namun ada hal lain yang membuatku sulit bergerak, entah apa itu namanya. Aku sering berkata “aku juga tak ingin seperti ini, terus-menerus” sisiku seolah ada yang menggenggamku, seolah dia tak mengijinkanku menjadi sesuatu yang besar dalam meraih mimpi.
          Ada sesuatu yang sulit aku untuk tersenyum, hal itu terulang kembali dengan begitu lama, yaitu dari suatu kebiasaan yang berawal dari sakit hati yang tak tertahan. Ada banyak kata tanya di dalam benak, yang membuat benakku di penuhi dengan berbagai prasangka dan kebrutalan hati yang membuatku ingin membunuh siapapun yang jahat.
          Hal serumit itu, hal sekecil itu telah menjadikanku menjadi apa sekarang. Aku mengawali hidup dan tak pernah memikirkan akhir dari yang selalu ku ulang untuk mengawali yang ku ingin. Ada langkah-langkah kecil, diam dan sembunyi, pura-pura, memuji dan bertepuk tangan, menatap, tangisan menggila, merasa hebat, merasa bodoh, tersenyum penuh harap. Di kepala hanya ada satu yaitu “teman”.
          Kekurangan apa yang sering membuatku menangis, hal itu bukan sebuah kekurangan namun aku hanya perlu bertahan menjadi aktif. Ketika berhenti di tengah jalan untuk mempercayai sesuatu aku tak bisa berbuat apa-apa selain menatap bodoh penuh senyuman aneh. Ada apa gerangan, sesuatu yang paling sulit itu membuatku menangis setiap hari. Aku disini masih hidup di dalam dunia untuk siapa?
          Jika tak tertahan, apa yang aku lakukan selain berpikir tak menentu, dengan memikirkan yang tak pernah menghasilkan, “bagaimana aku, apa yang harus aku lakukan,” apakah hanya itu yang selalu kupikirkan di dalam hidup jika aku tak tertahan karna takut sesuatu yang membuatku tak bisa melupakannya seumur hidupku.
          Untuk membayar dalam melupakan sesuatu yang paling menyakitkan hati adalah seumur hidup. Tembok yang di paku, akan tetap berlubang jika paku tersebut di cabut kembali, tembok itu akan selalu membekas karna sebelumnya telah tertancap sebuah paku. Hati yang sudah dilukai pun sama jika sudah pernah disakiti mana bisa bekasnya akan hilang begitu saja. Bekas adalah sebuah tanda, hati yang berlubang tetap berlubang dan akan membekas seumur hidup.
          Mengubah fokus dan merusak pola, aku harus berlatih diri ketika tiba-tiba ada pikiran muncul tentang sesuatu yang buruk maka aku harus mengalihkan fokusku ke arah lain dan bertindak konyol ketika ada sesuatu yang sulit aku terima dengan merusak pola konyol tersebut. Hal itu bisa memungkinkanku untuk melupakan sesuatu yang membuatku stres berat.
           Jika kata-kata penuh keluh kesah dan hal-hal negatif lainnya masih ada dalam diri, artinya aku masih dalam keadaan labil. Biarkan aku mencari jawabanku lewat dari segala bingungku itu. Aku yakin aku pasti mengerti, apa yang aku merasa bingung itu, karna aku terus-menerus mencari dan mencari sampai ketemu.
          Ada gengsi yang sangat besar dalam hati. Yang membuatku masih duduk manis namun tak berdaya karna merasa sangat lelah. Aku yang telah memakan gengsiku, semakin mengerti bahwa aku begitu tidak peduli terhadap diri sendiri.
          Inginnya apa, menjadi pudar dan menghilang. Tujuan itu semakin menjauh karna merasa sudah tidak memungkinkan lagi untuk mencapai apa yang kuingin. Bergerak pun sudah merasa mati.
          Aku memang mengerti namun hati ini tak ingin mengerti karna begitu gengsi disertai rasa takut yang berlebihan. Aku tak pernah diajarkan akan hal ini, makanya aku merasa begitu benar apa yang kupilih tersebut. Aku yang merasa tidak bisa menghadapi stres, masih bingung, sehingga aku  menjauh dari stres dengan cara menghentikan apa yang menjadi tanggunganku. Pusing kepala itu sangat sakit bukan main, karna stres itulah berbagai penyakit selalu datang. Dan ketika aku melepas apa yang ku tak suka, begitu tenangnya hati ini seperti terlepas dari neraka.
          Hidup seperti ini, tantangan, masalah, ketakutan, merebutkan kebahagian dengan segala cara. Sangat mahal harga dari sebuah kesuksesan dengan perjuangan dari diri sendiri. Pengobanan melalui uang, kelaparan, hutang, tenaga, pikiran, waktu, nyawa dll. Semua dipertaruhkan demi akhir yang akan membahagiakan berbagai pihak.
          Awal yang tiada akhir, sampai mati menjemput. Seolah aku selalu berada di dalam awal. Aku selalu mengulang-ngulang dari awal untuk memperbaiki entah apa itu apakah akan disebut berhasil atau bukan.
          Sebenarnya pikiranku penuh dengan apa? Apakah kotoran anjing yang membuat aku terperosok kedalamnya yang begitu sangat menjijikan bagi siapapun mendekat bahkan diriku sendiri yang semakin membenci diriku sendiri.
          Aku yang terkadang memang merasa aneh, karna kadang baik dan kadang jahat. Padahal aku ingin sekali mempertahankan apa yang kusebut hal itu adalah baik. Namun ketika ada masalah lain, aku merasa sedang meminum alkohol dan narkoba yang selalu mabuk dan kadang senang karna berfantasi dengan diri sendiri dan setelah aku sadar aku seperti kerasukan setan yang akan membinasakanku kedalam api neraka.
          Memang benar apa yang dikatakan orang-orang itu, namun aku selalu menjadikanku bahwa aku tidak seperti itu. Aku ini kenapa, selalu memikirkan hal-hal yang paling tidak penting karna aku merasa terhina olehnya. Bisakah alihkan fokus pikiranmu ke fokus pikiran-pikiran lain, agar kau lebih baik dari segala prasangka burukmu itu.
          Untuk saat ini dan seterusnya aku akan selalu merasa bahagia, karna semakin hari aku menemukan diriku lewat aktivitas tulisanku. Semakin hari aku memaksaku untuk berkata jujur dari segala apa yang kutulis tentang “si aku” dan aku semakin memaksa diriku untuk lebih berani dan percaya diri dalam menghadapi hidup ini. Aku harus berlatih dan belajar tanpa lelah dan mendapatkan ilmu setinggi langit yang memungkinkanku akan menjadi manusia yang bisa berbagi ilmu bermanfaat.
          

Komentar